Tuesday 23 August 2016

mari memulai

Sebuah perbincangan terjadi beberapa saat sebelum waktu istirahat makan siang. Perbincangan tentang masa depan. Buah pikir saya mengatakan bahwa saya harus memulai usaha sedari sekarang. Karena jujur, sampai saat ini saya tidak bisa membayangkan hidup dengan mengandalkan gaji yang segitu-segitu saja. Sebenarnya ini bukan hanya soal seberapa besar yang saya terima. Tetapi juga rasa bosan akan rutinitas yang semakin hari makin menghambat bahkan membuat otak kanan saya tidak berfungsi.

Lalu saya mulai menganalisa. Bahwa sebenarnya kita ini di Indonesia, sejak dulu seperti sudah ada semacam pola seperti ini: 
Sekolah (SD, SMP, SMA) >> Kuliah >> Bekerja (kalo bisa jadi PNS) >> Menikah >> Punya Anak >> Punya Cucu >> Pensiun >> Nikmati hari tua
Dan hampir semua orang tua mengharapkan pola yang sama untuk setiap anaknya agar "aman" dalam hidupnya. Ya pola yang akhirnya membuat hampir setiap anak di Indonesia mau tidak mau melakukan hal yang sama karena itu sudah turun temurun. Anggapan orang tua bahwa ukuran orang sukses itu adalah orang kerja kantoran dengan jaminan kesehatan dan uang pensiun yang jelas. Pernahkan dengar ibu-ibu tetangga kita ngomong "wah si anu mah udah sukses dia. Udah jadi orang sekarang." Jadi selama ini bukan orang???

Padahal justru pola itu membuat mental kita jadi lembek. Selama ini kita ribut-ribut soal susahnya cari kerja, kirim lamaran ngga dipanggil-panggil, diterima dengan gaji kecil gak apa-apa yang penting kerja kantoran, dsb. Setelah 3 tahun kerja, mulai mengeluh gaji gak naik-naik, kebijakan perusahaan yang gak fair lah, kerjaan ngga ada habisnya lah. Lalu ketika terpikir untuk membuat bisnis sendiri, bingung dan seperti takut. Ya takut bisnisnya gagal, takut nanti anak & istri makan apa, takut dengan omongan orang. Ya itu dia bukti mental kita jadi lembek. 

Beruntung saya punya ayah mertua dari kalangan pengusaha. Ya walaupun usahanya hanya sebatas warung kelontong tapi nyatanya mampu menyekolahkan ketiga anaknya dan bisa survive sampai sekarang. Bandingkan dengan ayah saya yang sejak muda bekerja di perusahaan BUMN dengan gaji lumayan, ketika pensiun hanya mengandalkan uang pensiun yang besarannya tidak pernah bertambah sedangkan harga kebutuhan malah terus bertambah setiap tahunnya.

Dua contoh ini jelas membuka mata saya. Saya tidak ingin seperti ayah saya yang memilih untuk nyaman di perusahaan orang tanpa ada persiapan yang matang untuk hari tua. Hidup ini bukan hanya sebatas sampai pensiun. Kalau Tuhan berkehendak kita hidup panjang, ya selama itulah kita harus bisa berusaha dan berkarya agar bisa bertahan. Menabung memang baik, tetapi akan datang masa dimana tabungan itu akan habis. Lalu bagaimana? Ya harus ciptakan peluang sendiri. Kalau ngga dari sekarang, nanti keburu telat.

Tekad saya sudah bulat. Saya mau banting stir jadi pengusaha. Pengusaha apa? mulai dari yang sederhana saja. Apalagi media untuk usaha sekarang sudah bertambah banyak. Saya harus siap berkorban untuk masa depan saya. Mudah-mudahan langkah ini bisa menjadi titik cerah untuk kehidupan saya dan keluarga di masa yang akan datang. 


- tyza, 30, masih seorang karyawan -